BANDA ACEH.medialatahzan.com – Sebanyak 100 peserta dari pewakilan 21 mukim di Aceh terdiri dari Imam Mukim, generasi Mukim, dinas kebudayaan Aceh dan Kabupaten, Dinas PMG, Penggiat Budaya, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat dan Balai Pelestarian Kebudayaan Aceh dilatih tentang Penetapan, Hutan Adat, Pemajuan Kebudayaan dan Pemetaan Partisipatif.
Direktorat KMA (Kapokja Advokasi, Dit. KMA) didukung Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I
(Aceh) meggenggelark kegiatan Lokalatih Masyarakat Adat Aceh dengan tema “Penetapan, Hutan Adat, Pemajuan Kebudayaan, dan Pemetaan Partisipatif” di Hotel Palace Hermes, Banda Aceh mulai Senin sampai Rabu,15 s.d 17 Mei 2023.
Panitia menghadirkan 10 orang pakar sebagai narasumber dari berbagai instansi terkait, termasuk akademisi USK Aceh.
Kepala Pokja Advokasi Dit.KMA,Ditjendbud Kemendikbudristek , Christriyati Ariani kepada media ini disela-sela menjadi nara sumber pada Aceh itu di hotel Hermes,Selasa,siang menyebutkan kegiatan ini diselenggarakan untuk memberikan ruang bagi masyarakat adat dalam memanfaatkan hutannya melalui skema Hutan Adat yang penetapannya dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ia menjelaskan, Hutan adat merupakan laboratorium bagi masyarakat adat dalam menerapkan pengetahuan tradisional, seperti pengolahan tanaman obat ataupun bahan baku kuliner.
” Aceh merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang berpotensi untuk diterapkan skema Hutan Adat. Namun begitu, hingga saat ini belum ada satupun Hutan Adat di Aceh yang ditetapkan oleh pemerintah”, ujar
Christriyati Ariani.
Ini langkah awal kita menghadirkan peserta dari berbagai daerah untuk menyatukan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan hutan adat, tambah dia.
Menurut informasi yang dihimpun dari Jaringan Kerja Masyarakat
Adat (JKMA) Aceh, sambungnya, terdapat 21 komunitas (mukim) yang berpotensi untuk ditetapkan sebagai Hutan Adat.
Namun diakuinya, masih terdapat beberapa persoalan yang menjadi kendala dalam percepatan penetapan Hutan Adat
di Aceh. Yaitu beberapa diantaranya adalah belum adanya pemahaman yang sama terhadap apa yang dimaksud dengan masyarakat adat di Aceh.
Ia contohkan, seperti diketahui terdapat istilah Gampong dan Mukim yang ada di Aceh yang merujuk pada pengertian masyarakat adat.
Selain itu, juga belum banyak nya tersedia pemetaan yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat adat terkait pemahaman mereka akan ruang wilayah adat.
” Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat bermaksud menyelenggarakan lokalatih yang kita selenggarakan beberapa hari ini”, kata Christriyati.
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat mempercepat proses penetapan masyarakat hukum adat maupun penetapan hutan adat di Aceh.,harapnya lagi.
Tujuan
Tujuan dilaksanakan Lokalatih Swabela Masyarakat Adat di Aceh adalah:
1. Mendorong partisipasi masyarakat adat dalam pemajuan kebudayaan
2. Menyosialisasikan layanan advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat
3. Mendorong proses pengakuan Masyarakat Hukum Adat
4. Mendorong proses penetapan Hutan Adat
5. Melakukan pelatihan pemetaan partisipatif di wilayah adat.
Narasumber
Narasumber yang dihadirkan pantiam untuk kegiatan ini antara lain, Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek
Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Ditjen Bina Pemerintahan
Desa, Kemendagri
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, KLHK
Dr. Muttaqin Mansyur, Akademisi Universitas Syiah Kuala
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I (Aceh)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Provinsi Aceh
Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA) Aceh
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
Dan terakhir Rinto Tri Hasworo, Praktisi Advokasi Masyarakat Adat.
Selama kegiatan berlangsung amomodasi dan konsumsi semuanya ditanggung panitia penyelenggara kegiatan. (Udin )