Liga Rakyat Bangkit Sayangkan Pernyataan Tokoh Aceh Menyangkut Rumoh Gedong

oleh -58 Dilihat
Tarmidinsyah Abubakar

BANDA ACEH.medialatahzan.com – Ketua Liga Rakyat Bangkit Tarmidinsyah Abubakar menyayangkan pernyataan yang dikeluar kan para tokoh tokoh Aceh yang dimuat dalam beberapa media belakangan ini.

Dalam rilis yang dikirim ke redaksi ini beliau mengatakan bahwa pernyataan tokoh tokoh Aceh tersebut terkesan mengekploitasi emosi rakyat dan membodohkan rakyat dalam istilah politik, terkait dengan langkah langkah strategis yang di ambil Jokowi dalam menyelesaikan persoalan HAM di Aceh.

Sebagaimana statemen beberapa tokoh Aceh antara lain Nasir Jamil Anggota DPR RI, Muhammad Nazar Mantan Wagub Aceh dibeberapa media beberapa hari ini.

Iklan Post

Tarmidinsyah mengatakan seharusnya kita sebagai bahagian dari masyarakat Aceh perlu memandang secara positif terhadap kebijakan pemerintah pusat dalam usaha mengangkat penyelesaian pelanggaran HAM di Aceh secara bertahap.

Usaha ini jangan semata dipandang dalam kacamata kekuasaan politik tetapi perlu dilihat dalam kacamata kenegaraan. Karena kualitas masalah ini bukan sebatas issu politik kompetisi kontestan dalam pilpres, pilkada dan pemilu legislatif. Politik seperti ini melibatkan seluruh kepentingan bangsa Indonesia yang tidak sembarang pemimpin mampu melakukannya.

Hal ini bisa kita lihat dalam perjalanan kekuasaan politik baik penguasa yang memenangkan kekuasaan pemerintah di Indonesia sebelumnya yang dominan rakyat Aceh memilihnya.

Apalagi oleh gubernur yang terpilih oleh rakyat Aceh itu sendiri secara langsung beberapa periode, yang seharusnya menjadi program mereka dalam mengkonsolidasi masyarakat Aceh untuk mengupayakan penyelesaian masalah HAM yang dominan terjadi di Aceh.

Tetapi yang kita lihat justru sebaliknya pemerintahan Aceh larut dalam issu-issu sentimen politik yang membuat rakyat Aceh terkesan larut dalam kekuasaan sebagai penguasa politik dan peningkatan status sosial dan berakhir dengan kekecewaan rakyat yang tidak bisa diungkapkan.

Karena itu tidak bijak kalau dalam politik rakyat Aceh melakukan politik eksploitasi emosi rakyat memanaskan, dan mengaktualisasi diri kita untuk mengambil peluang mencari popularitas dalam politik negara dan mendegradasikan issu HAM tersebut untuk politik kontestan dalam perkara sebatas untuk memantik emosi rakyat dalam skala batasan pemenangan gubernur.

Misi dan visi presiden dalam hal ini tentu mengutamakan kepentingan negara, kita banyak melihat situs sejarah di negara lain yang mendapat kunjungan dari semua masyarakat global, karena itu selama kebijakan itu berorientasi pada pengembangan kehidupan masyarakat kita perlu memberi apresiasi positif dan memberi dukungan maksimal. Jangan sampai saling menciderai kepercayaan semua pihak.

Karena apa? Tentu jauh tidak lebih baik mencurigai politicall will pemerintah pusat dengan kalimat-kalimat negatif dan sebatas pamer kepintaran yang egoistik kita yang muaranya sebatas menarik simpati rakyat Aceh.

Kalau kita ingin jujur dan berbuat untuk Aceh dengan jabatan mereka yang cukup tinggi diberikan rakyat, misalnya di DPR RI dan Wagub Aceh, kenapa mereka tidak menyentuh soalan tersebut yang sudah terbengkalai begitu lama.

Aspirasi DPR RI dan kebijakan pemerintah Aceh bisa saja untuk berinisiatif membangun situs sejarah di Aceh yang akhirnya dapat mendesak pemerintah pusat melakukan tahapan berikutnya dalam pembangunan skala nasional.

Seharusnya pejabat Acehlah yang dipercayakan rakyat Aceh yang perlu didepan melakukannya tapi apa yang kita lihat selama ini, bahwa kepiawaian kita hanya melakukan protes baik dipusat maupun di daerah, padahal fungsi dan peran tersebut ada pada mereka namun tetap saja melakukan aksi pukul meja dan pamer vokal yang bertujuan membodohi rakyat.

Saya pikir jika hal ini terus berlaku selamanya politik Aceh tidak akan berubah.

Kemudian ketika presiden melakukannya bermacam argumen negatif yang secara tidak langsung mengatasnamakan rakyat Aceh bermunculan dari tokoh Aceh itu sendiri.

Kita tidak melihat ada nilai positif dari pejabat Aceh sendiri dalam upaya membangun rakyat Aceh secara bertahap dalam penyelesaian masalah-masalah Aceh.

Karena kita sebagai tokoh Aceh merasa lebih pintar dan lebih tahu tentang Aceh padahal kalau kita memahami konsep pembangunan rakyat tidak secara merta dapat dilakukan secara komprehensif.

Kita tidak pernah taat dalam hukum politik selalu saja mengedepankan hukum perang, politik menawarkan ide dan gagasan sementara kalau tidak memahami politik selalu saja kita mengandalkan hukum permusuhan dan perang menghadapkan emosi rakyat dengan politik negara.

Saya berharap rakyat Aceh jangan lagi diekploitasi oleh kepentingan politik sebatas egoisme pribadi dan kelompok politik apalagi oleh para pejabat dan mantan pejabat Aceh sendiri yang sudah diberikan kewenangan dalam trust rakyat Aceh. Karena kalau terus menerus terjadi hal seperti ini maka dapat dipastikan pembodohan sosial secara masif akan berlangsung selamanya bagi rakyat Aceh.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *